TAUJIH KETUA PIMPINAN DAERAH DI PEMBUKAAN PROGRAM PASCA SARJANA STAI PERSIS GARUT

‌إنَّ ‌الحمدَ ‌لله، نحمدُهُ ونستعينهُ، ونستغفرهُ، ونعوذُ باللهِ من شرور أنفسنا، وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله

إِنَّ اللَّهَ ‌يُحِبُّ ‌الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

 

Yang kami hormati Ketua STAI Persis Garut Ustadz Dr. Maman Sumpena,

Juga Wakil Ketua I, Dr. Gungun dan Wakil Ketua III, Dr. Heri Tohari.

Juga Seluruh Dosen dan seluruh Civitas Akademik,

Juga yang kami hormati Tasykil PD Persis dan seluruh otonom, juga Ketua Cabang. Nampak  dari Pameungpeuk, Tarogong Kidul, dll.

Juga Yang Kami Hormati kepada Ikatan Guru Indonesia cabang Garut  dan juga kepada perwakilan Bank BJB Syariah.

Dan juga yang utama kami hormati para Mahasiswa Baru Magister, kami ucapkan selamat datang dan selamat berjuang.

Puji dan Syukur saya sampaikan bahwa hari ini terasa impian menjadi kenyataan bagi kami. Ini sebuah impian ketika berdiri S2, itu bagi saya sangat membanggakan. Sebab terinspirasi dengan kewajiban Jamiyyah. Jikalau melihat pada lagu mars Persis, “hidupkan hidupkan Persatuan Islam…” Maka dengan menghidupkan Persatuan Islam itu Fi’lul muta’addi maklum, menunjukan punya keingingan untuk menghidupkan Persatuan Islam. Maka apabila di dalam cita-citanya ingin menghidupkan, Allah pun akan memberikan kemampuan untuk bisa membangun dan memimpin. Tetapi apabila dalam Jamiyyah mau ikut hidup sulit untuk bisa menghidupi. Jadi kalau ingin menghidupkan Allah beri tenaga dengan keinginannya, tetapi kalau yang hanya ingin hidup selamanya maka ia hanya menjadi makmum.

Oleh karena itu saya berterima kasih kepada Ketua STAI Persatuan Islam Garut beserta jajaraannya, yang punya semangat, yang punya cita-cita tinggi. Sehingga terwujudnya program Magister ini bagi kami sebagai Pimpinan Daerah merasa berbangga. Ini dapat terwujud dengan semangat yang tinggi para pengelola Jamiyah yang ada di Perguruan Tinggi. Ketua STAIPI ini  mempunyai semangat yang gigih, akan tetapi bukan artian gigih dalam bahasa Sunda, karena dalam bahasa Sunda gigih artinya matang tidak, mentah juga tidak. Gigih di sini dalam artian harishun ‘alaikum bi al-mukminin, yang berati ia punya ambisi.

Oleh karena itu mari kita rawat sama-sama. Perguruan Tinggi ini bukan milik siapa-siapa, tetapi milik semua. Ini prinsip yang harus dihidupkan oleh para aktivis Jamiyyah.

Oleh karena itu kalau kita melihat perjuangan para orang tua, jadi perjalanan sejarah STAIPI ini bukan mampu ketika berdiri tapi karena kebutuhan. Bukan ada kelebihan, tetapi karena ada satu keinginan. Maka ketika butuh ada dua indikasi, yaitu harus dan segera dipenuhi. Maka adanya Perguruan Tinggi bagian dari kebutuhan sebagai menjalankan misi Jamiyyah, mengembalikan umat kepada Al-Quran dan Sunnah. Melalui Pendidikan Perguruan Tinggi ini adalah kebutuhan. Sebab di saat ini kita tidak bisa lepas dari tuntutan jaman, dimana para pendidik akan terhalang dan terhadang apabila tidak punya Syahadah/ tidak punya sertifikasi sebagai Tenaga Pendidik.

Oleh karena itu ketika 2008, STAIPI yang semulanya di Rancabango dari tahun 2001, tahun 2008 bulan Pebruari pindah ke lokasi Baiturrahman, itu para pendiri dan para pejuang tidak ada yang S-1. Tapi karena semangat yang mereka miliki Ustadz Mamat dan yang lainnya, paling juga Ustadz Entang yang sudah S-1, semangat menjalankan misi Jamiyyah ingin  mengembalikan umat kepada Al-Quran dan Sunnah melalui Jamiyyah. Kita tidak bisa lepas dari tuntutan jaman. Dalam peribahasa Sunda disebutkan “hirup téh kudu miindung ka waktu mibapa ka jaman.” Bukan saatnya lagi, “ah Ustadz Aceng Zakaria juga tidak kuliah bisa jadi Kyai,” tapi itu ustadz Aceng. Kalau kita tidak kuliah malah tambah bodoh. Oleh karena itu  “hirup miindung ka waktu mibapa ka jaman,” dalam arti perkembangan kebutuhan tenaga pendidik dan kependidikan pada jaman ini adalah menunjukan butuh pada sertifikat.

Bahwa sesungguhnya ijazah itu sebagai miqyas al-‘alim. Apa yang disampaikan oleh syekh al-‘Utsaimin anna al-syahadata miqyas al-‘lim, bahwa sertifikat, ijazah, itu adalah standar orang yang berilmu. Kalau yang sudah punya magister walaupun tidak begitu pinter, tapi punya syahadah itu berhak jadi dosen. Tapi sekalipun ada orang yang ilmunya doktor tapi ijazah S-1-nya tidak ada maka itu tidak memenuhi miqyas. Oleh karena itu tentunya kepada mahasiswa baik itu S-1 atau S-2 kami tidak mengharapkan hanya mengejar ijazah saja, tidak mengharapkan mengejar syahadah, tapi tentunya adanya syahadah itu akibat dari aktivitas belajar.

Jangan menjadi STIA, seharusnya STAI, ini malah STIA (Sekolah Tidak Ijazah ada). Ini STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Persis. Malah di awal perkuliahan 2008 ketua PD Persistri bu Hj. Kakah juga sebagai mahasiswa, itu diawal pendirian disebut STAIPI (Sekolah Tinggi Anak Incu Persis). Karena mahasiswanya berisi anak, istri, menantu dan mertua. Itu bareng kuliahnya. Jadi ini menunjukan bahwa di sini hadir dalam arti/ rangka untuk menghidupkan. Oleh karena itu kalau melihat dan mengingat perjalanan, saya teringat sama orang tua yang telah meninggal karena semangatnya yang luar biasa.

Malah ketika awal 2008 saya diamanati membangun gedung STAIPI yang asalnya empat lokal di jaman Ustadz Entang tahun 2004. Maka tahun 2009 dibangun lagi dari empat menjadi dua belas kelas, dan selasai tahun 2013. Itu bukan menggunakan uang siapa-siapa, tapi uang dari Jamiyyah, uang dari para muhsinin, para anggota, jamaah haji dan jamaah umroh. Saya tidak berani untuk meminta ke STAIPI, karena STAIPI jangankan untuk membangun, untuk kebutuhan sehari-hari saja masih memerlukan. Maka dari semangat ini dibangun. Maka selesai dibangun gedung sebelah timur itu menjadi 16 ruangan dengan menghabiskan biaya sekitar 2 M. Maka tahun 2014 PD Persis menyediakan dan membeli tanah ini sampai 2015. Saya beli dari  Hj. Mamah Ai dengan jangka waktu satu tahun dibayar, dengan tanah seluas 165 tumbak dengan total harga 488 juta rupiah. Itu adalah uang dari umat. Maka tahun 2019 berdiri gedung bantuan dari kebijakan pemerintah ketika Ustadz Acang mnjadi Ketua Umum bangunan ini dari Bapak Jokowi, dari PUPR.

Dan ketika 2015 selesai membangun kelas, yang saya dengan ustadz Mamat dan ustadz Iyep, hanya bertiga, keliling ke sana ke mari, kemudian membangun gedung serbaguna. Dengan ukuran 40 x 20 M, dengan perkiran 2,5 juta per meter dikali 800 sama dengan 2 Miliar. Dari tahun 2016 membangun selesai tahun 2018 dengan total biaya sekitar 2 M. Itu semua dari Jamiyyah.

Oleh karena itu, maka hidupkan hidupkan Persatuan Islam itu adalah bagian dari tugas kita sebagai aktivis jamiyyah. Bagian dari menghidupkan adalah memelihara. Membangun itu berat, tetapi memelihara lebih berat. Maka dalam rangka melestarikan jamiyyah ini, yang Perguruan Tinggi ini adalah milik Jamiyyah, maka kita harus bangun dan harus kita suburkan.

Melalui adanya Magister Pendidikan Agama Islam (PAI) berarti menunjukkan lebih menghidupkan kembali. Maka saya juga berharap pada calon-calon mahasiswa kelak, saya berharap mungkin dari tasykil PD atau pun tasykil PC untuk bisa kuliah S-2. Harapannya para tasykil penuh dengan Sarjana. Sarjana yang Hafidz, sarjana yang ‘alim, sarjana yang suluknya bagus. Begitupula dengan magister.

Oleh karena itu tentunya ketika dari cabang-cabang, atau dari mana pun, yang ingin berkuliah di STAIPI jangan dulu meminta rukhsoh (keringanan). Ini tugas kita harus menghidupkan. Karena dengan niat ingin menghidupkan akan tercermin pemenuhan tugas mahasiswa adalah belajar, tugas dosen adalah mengajar, dan tugas orang tua/ wali adalah membayar. Jadi jangan sampai terjadi sulit dalam hidup. Jangan terjadi belajar terpenuhi haknya, mengajar juga terpenuhi kewajibannya, tetapi ketika urusan pembayaran minta keringanan. Sudah dikasih keringanan malah minta keringanan lagi, akhirnya minta ringan sekali.

Oleh karena itu dengan adanya perguruan tinggi STAIPI yang sebentar lagi berubah status menjadi Institut, mudah-mudahan dengan semangat para pengelola ini yang sama-sama punya niat untuk menghidupkan. Hidupkan-hidupkan Persatuan Islam bukan hanya tercantum dalam mars tetapi harus dibuktikan dalam kenyataan. Sehingga dengan impian menjadi kenyataan. Bagi saya ini adalah impian menjadi kenyataan. Sebab dulu kalau ngobrol di kantor kayaknya kita harus punya perguruan tinggi sebab kebutuhan buat ke depannya. Padahal itu yang mikirnya tidak sarjana, tetapi karena harishun bi al-mu’minin.

Harishun bi al-mu’minin, inilah yang hilang dari para mudarris, para mubaligh, dan para aktivis. Ada tiga hal yang hilang dari diri kita yang merupakan sifat Rasulullah. Sebagaimana digambarkan Al-Qur’an surat ke 4 ayat 128 bahwa sifat Rasulullah itu adalah ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum. Rasul sering lelah letih memikirkan umatnya. Sampai kurang tidur kurang istirahat, bukan memenuhi kepentingan pribadi, tapi ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum, lelah letih memikirkan umatnya. Maka ketika para aktivis lelahnya adalah dalam rangka menghidupkan umat, maka di situlah ada pertolongan Allah yang akan turun. Ketika kita menjalankan perintah Allah maka yakinlah Allah akan memberikan pertolongan.

Jadi sifat yang harus dibangun adalah ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum yakni memikirkan hingga lelah. Misalnya kalau dosen memikirkan para mahasiswanya, pemimpin memikirkan jamaah yang di bawahnya. Sehingga wajarlah kalau menjadi pemimpin harus lebih kuat dari pada yang dipimpin. Maka oleh karena itu sifat yang harus dibangun kembali ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum. Bukan sibuk berfikir dan mencari kepentingan sendiri akan tetapi ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum.

Yang kedua kepada para aktivis Jamiyyah tumbuhkan lagi harishun bi al-mu`minin, punya ambisi untuk menghidupkan kebaikan. Salah satunya pengelola STAIPI ini punya harishun melalui panitia yang dibawah komando bidang akademik, Doktor Undang sebagaimana tadi diterangkan. Karena punya harishun walaupun tidak punya modal, walaupun tidak punya pengalaman tapi dengan semangat tinggi hari ini sampai. Dan inilah yang harus dibangun harishun bi al-mu`minin.

Yang ketiga sifat yang harus ditumbuhkan adalah ra`uf al-rahim yaitu memiliki sifat kasih sayang dan santun. Memiliki sifat sayang. Inilah yang harus dibangun. Seperti seorang guru, seorang mubaligh, seorang dosen, sing nyaah ka barudak mun teu hadir téh (harus sayang kepada anak-anak bila tidak hadir),  sing ra`ufun (harus sayang). Jadi kalau seorang pendidik sudah tidak raufun bisa mudah meninggalkan kelas. Oleh karena itu sifat ini yang harus dibangkitkan kembali.

Jadi mudah-mudahan dengan lahirnya Magister bagi saya atas nama Pimpinan daerah impian ini menjadi kenyataan. Kampus ini juga pada program Magister diusahakan dipenuhi oleh orang-orang Jamiyyah. Nampaknya mahasiswa baru yang berjumlah 23 orang ini para aktivis Jamiyyah. Ada mubalig PD, mubalig PC, ada juga seorang Qari dan sebagainya. Mudah-mudahan ini juga bagian dari hidupkan hidupkan Persatuan Islam. Maka Jamiyyah Persatuan Islam di dalam salah satu kewajiban anggotanya adalah wajib anggota jamiyyah menyuburkan lembaga pendidikan yang ada di jamiyyah Persis. Bagi orang Persis sekolah ke Persis adalah wajib.

Oleh karena itu kami sampaikan kepada mahasiswa baru mudah-mudahan dengan menjadi mahasiswa baru sebagai langkah pertama. Yang akan menentukan langkah kedua adalah langkah pertama. Langkah pertama menentukan langkah berikutnya. Keberadaan kekurangan langkah kedua dan langkah selanjutnya adalah karena terjadi kekurangan di langkah pertama. Tidak ada langkah kedua dan ketiga tanpa ada langkah pertama.

Oleh karena itu, mudah-mudahan mahasiswa ini waktunya efektif dan efisien, waktunya tepat belajarnya, bayarnya juga harus tepat. Maksimal dalam waktu 2 tahun, minimal 2 tahun kurang 2 bulan. Mahasiswa pertama ini adalah sebagai pengantar lahirnya kelas berikutnya. Sehingga nanti akan bisa terakreditasi setelah adanya mahasiswa pertama.

Wilujeng ka para mahasiswa anu enggal (Selamat kepada mahasiswa baru). Mudah-mudahan diberikan kemampuan, kekuatan, kalancaran, dimudahkan rizkinya, dan diberkahi keluarganya.

Hadirnya Wakil Ketua Umum, yang membidangi bidang Tarbiyah, dan nanti akan memberikan kuliah umum, ini memberikan kebahagiaan bagi bagi kami PD Persis Garut dan keluarga besar STAI Persis Garut. Terima kasih kepada Prof. Atif Latiful Hayat yang telah hadir tepat sebagaimana kami rencanakan.

Aqulu qauli hadza wa astagfirullaha li wa lakum,

Wa al-salamu’alaikum wa rahmatullah wa barokatuh.

 

Senin, 23 Rabi’ al-Awwal 1445 H/ 9 Oktober 2023